Pemerintah melalui Kementerian ATR/BPN mengeluarkan kebijakan sertifikat tanah elektronik menggantikan sertifikat tanah fisik berupa kertas atau buku. Lewat kebijakan itu data kepemilikan tanah masuk ke dalam sistem pertanahan.
Menanggapi hal ini, sejumlah masyarakat mengaku mendukung kebijakan tersebut. Salah satunya, Adam (31 tahun) mengaku memiliki sertifikat atas tanah yang dibelinya di Cibinong. Kepemilikan Adam terhadap tanah seluas 60 meter itu dibuktikan dengan sertifikat kertas.
Mengetahui kabar sertifikat tanah elektronik, ia pun segera berburu informasi untuk mengubah sertifikat kertasnya menjadi elektronik. "Saya akan urus, tapi belum tahu caranya bagaimana," ucap Adam kepada CNNIndonesia.com, Rabu (3/2).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Adam, sertifikat elektronik akan lebih aman ketimbang sertifikat berbentuk kertas. Sebab, sertifikat elektronik tidak akan bisa dipindah tangan ke orang lain.
"Sekarang kalau sertifikat tanah berbentuk kertas, misalnya saya pinjam punya teman, setelah itu bisa saya agunkan saja ke bank atau dijual, itu bisa. Kalau elektronik tidak bisa dipindah tangan," papar Adam.
Selain itu, pemilik sertifikat tanah berbentuk elektronik juga tak perlu resah sertifikat akan rusak jika ada musibah di rumah seperti banjir. Dengan demikian, sertifikat elektronik akan lebih simpel.
"Belum lagi kalau hilang atau rusak sertifikatnya, mengurusnya susah," ujar Adam.
Senada, Achmad (30) mengaku senang pemerintah mengeluarkan kebijakan baru tersebut. Saat ini, Achmad sedang mengurus sertifikat di BPN atas tanah yang ia beli pada Juli 2020 lalu.
"Saya pro elektronik, lebih simpel, kalau 'amit-amit' ada bencana masih ada sertifikatnya," kata Achmad.
Namun, ia menyatakan belum mendapatkan informasi tersebut dari pihak BPN. Achmad masih menunggu BPN merilis sertifikat tanahnya.
"Saya update setiap hari terkait sertifikatnya, tapi jawabannya sabar ya pak," imbuh Achmad.
Karyawan swasta ini mengaku akan segera kembali menghubungi pihak BPN untuk menanyakan lebih lanjut nasib sertifikatnya. Achmad juga ingin bertanya mengenai apakah ia langsung mendapatkan sertifikat elektronik atau masih kertas.
"Saya mau tanya lagi karena sertifikat penting," jelasnya.
Diketahui, pemerintah mengeluarkan kebijakan baru soal sertifikat tanah. Untuk ke depannya, sertifikat tanah tak lagi berbentuk kertas atau buku, melainkan elektronik yang datanya masuk ke dalam sistem pertanahan.
Kebijakan baru ini tertuang dalam Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Nomor 1 Tahun 2021 tentang Sertifikat Elektronik. Beleid diteken dan berlaku mulai 12 Januari 2021.
Dalam beleid itu disebutkan bahwa seluruh pendaftaran kepemilikan tanah akan dilakukan secara elektronik sejak aturan berlaku. Pendaftaran ini berlaku untuk tanah yang akan menjadi hak milik dan tanah yang sudah dimiliki oleh seseorang atau lembaga.
Selanjutnya, bukti kepemilikan tanah akan berupa data, informasi elektronik, dan/atau dokumen elektronik alias sertifikat elektronik.
Dokumen itu akan diterbitkan melalui sistem elektronik dan bisa dilakukan alih media untuk menjadi sertifikat bagi pemilik tanah.
Sementara, sertifikat kepemilikan tanah dalam bentuk buku tanah tidak akan berlaku lagi. Sebab, sertifikat tanah elektronik sudah mencakup data dan informasi yang selama ini ada di buku tanah, surat ukur, hingga gambar denah satuan rumah susun.
Untuk itu, setelah pemilik memiliki sertifikat elektronik, maka bukti kepemilikan dalam bentuk kertas akan ditarik oleh Kantor Pertanahan. Selanjutnya, data-data itu akan dialihmediakan alias scan dan disimpan di pangkalan data atau sistem pertanahan elektronik.
(aud/bir)